Rabu, 10 Juli 2013

Hallo..

Hallo..... Request ya mau ngapain lagi ????????????

Ada yang TwinSoul?

Hallo. Hari ini,aku berubah menjadi Twibi. Tepatnya TwinSoul. Tau Twister Twin,kan? Itu loh,Christy dan Felly. Mereka disebut Twister Twins karena mereka selalu memakai dandanan yang selalu sama,tanpa janjian. Hahaha.. lucu sekali ! Sekarang,kita share Biodata Twins yuk? 

                                                                                

Nama : Yefani Filliang
Nama Panggilan : Felly
Member Chibi sering manggil Felly : Feyyi
TTL : Jakarta, 21 Februari 1991
Tinggi : 156sentimeter
Berat : 40 kilogram
Hobi : Dance,nyanyi,jalan-jalan,foto-foto*pantesan kok aku cari di google adanya foto Felly doang :p*
Makanan Favorit/Mava : Ayam Rica-Rica,Fettucini,Inomie *Kok sama??
Angka Favorit : 8
Warna Favorit : Merah
Tokoh Idola : SB (Spongebob)
Nama Twitter : @FellyChiBi. Follow aku yaa !! @MalvaNafisha_8 *Thanks
Fanbase : Fellycious

Sekarang, Ce Kici !!


Nama : Christy Saura Noela Unu *Panjang amat yaak
Nama Panggilan : Christy
Member Chibi sering manggil Christy : Kici
TTL : Jakarta,26 Desember 1990
Tinggi : 156 sentimeter
Berat : 40 kilogram
Hobi : Nyanyi di mana aja,kapan aja deh :D
Makanan Favorit/Mava : Bapaoooooooooooooooooooo In My Heart *Kata Kici*
Angka Favorit : 8
Warna Favorit : Ungu *Sama doong*
Tokoh Idola : Anna Hateway,Princess Disney *All Member*
Twitter : @ChristyChiBi. Follow aku juga yaak @MalvaNafisha_8 :*
Fanbase : Christyers


Bye ya Bionya.. Malva capek ngetik niih....

!Malva!

Selasa, 02 Juli 2013

Harus tunjuk tangan(cerita lucu), by Melliandri

Di rumah Gam sedang bersiap-siap untuk hari pertama-tama ia sekolah. Ibunya juga membantu.

Ibu : Gam, nanti kalau bu guru tanya apa aja kamu harus tunjuk tangan ya. Biar kelihatan pintar.
Gam: Oke.
Ibu : Iya kamu tunjuk tangan biar nilainya di tambahin.
Gam : Baik, bu
Ibu :  Sana, berangkat.
Gam : Gam berangkat ya bu.

Gam berangkat sekolah. Tetapi baru 2 jam Gam sudah pulang.

Ibu: Lho, kok Gam sudah pulang?
Gam : Iya, bu. Gam disuruh pulang sama bu guru.
Ibu : Terus, tadi bu guru ngasih pertanyaan. Kamu tunjuk tangan?
Gam : Iya dong. Tadi, Gam aja yang tunjuk tangan. Yang lain nggak.
Ibu : Wah, hebat. Emang tadi bu guru nanya apa?
Gam : Tadi bu guru tanya 'Siapa yang ngintip bu guru di toilet?'. Gam tunjuk tangan. Eh, Gam tunjuk tangan.
Ibu : Tunjuk tangan ya?(sambil tertawa)
Gam : Iya, bu.
Ibu : Harusnya nggak usah tunjuk tangan.(ibu mulai marah.)

Kamis, 20 Juni 2013

Di patuk ayam (by Chisia)

Aku mempunyai teman, namanya Sarah dan Nanda. Suatu hari, aku ke rumah Sarah. Waktu aku mau keluar gerbang rumahnya, ada anak ayam dan induknya. Ibunya masuk ke halaman rumah Sarah, sementara anaknya masih di luar gerbang. Waktu aku lewat gerbang itu, tiba-tiba induk ayam itu mematuk  aku dari belakang. Aww...  induknya kira, aku mau menyakiti anaknya. Aku sangat kaget! Sarah dan Nanda tertawa. Aku juga ikut tertawa. Hahaha....

Jumat, 14 Juni 2013

>_< Pantun >_< By. Irene


  1.  Burung elang ditepi rawa Jatuh tertembak menimpa buah kenari Sakit perut sebab tertawa melihat kakek menari-nari 
  2.  Anak-anak bermain kartu Kartu ditumpuk ada lima Badannya gemuk bermata satu Cobalah tebak siapa dia! 
  3. Piring ibu tempat tahu Tahu segar ditata sejajar Ayo kawan rajin baca buku Agar kamu menjadi pandai 
 Duduk-duduk membuat pantun Pantun yang dibuat haruslah sesuai Belajarlah dengan tekun Cita-citamu akan mudah tercapai


 By: Irene Esmeralda

Kamis, 13 Juni 2013

Selamat Tinggal Mamaku ( by. Hana Al Aulia )


pada suatu hari
Aku terduduk lemas diruang tunggu rumah sakit, saat mendengar kabar kalau mama sedang sakit dan masuk ruang UGD. Berjuta perasaan dan pikiran buruk menghantuiku, dia seolah-olah merasuki hati dan fikiranku. Aku bertambah tidak karuan ketika aku melihat seorang dokter menutup pintu ruangan tempat dimana mama dirawat. Didalam penantianku, aku hanya bisa berdo’a dan pasrah kepada Allah SWT. Agar ibundaku tercinta bisa dibebaskan dari penyakitnya. Dalam do’a itu aku memohon kepada tuhan supaya mama bisa terselamatkan dan bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala.
“Ya Allah, sembuhkanlah ibunda hamba, angkatlah semua penyakitnya ya Allah.....” begitulah sekiranya do’a yang aku panjatkan pada sang maha kuasa. Lima belas menit telah berlalu, dan dari kejauhan tampak seorang Dokter berjalan menuju kearah ruang tunggu. Dan Dokter itu berhenti didekatku. Dia kemudian bertanya”, apakah disini ada keluarganya?” lalu aku mnjawab,” Ya ada, saya anaknya. Bagaimana keadaan mama saya, Dok?” ujarku penuh tanya dan pengharapan terhadap kesembuhan mama. “Alhamdulillah, kami tim medis sudah berusaha keras dan hasilnya mama kamu baik-baik saja.” Katanya memberi pengharapan kepadaku. “ saat ini kondisinya sudah berangsur-angsur membaik dan hanya perlu banyak istirahat.” Lanjut Dokter menerangkan kondisi mama padaku. “Syukurlah kalau sperti itu, terimkasih Dokter.” Ucapku pada Dokter yang menangani mama dirumah sakit itu. “ Dokter, apa saya boleh menjenguknya?” kataku lagi.
“Oh tentu, silakan.” Jawab Dokter itu penuh senyum diwajahnya. Seketika itu kutepis jauh-jauh semua fikiran buruk tentang kondisi mama. Air mata kesedihanku kini tampak mengering dan berganti dengan air mata kebahagiaan. “Terima kasih Ya Allah, engkau telah memberiku kesempatan untuk berada disampingnya lagi. “Ucapku lirih. Setibanya aku diruang 210, tempat dimana mama dirawat, aku langsung duduk dikursi disamping kasur tempat mama berbaring. Aku membelai rambut mama yang kusam dan mengering itu dengan penuh kelembutan dan kasih
Tidak hanya air mata penyesalan yang keluar dari mataku, akan tetapi aku juga menagis terharu saat ingat akan perjuangan mama ketika dia berusaha membesarkanku tanpa sang ayah disisi kami. Sejenak aku terdiam. Dalam lamunanku itu, aku kembali teringat saat-saat dimana mama dengan penuh kasih sayangnya membelaiku, saat masih bisa mnemaniku, memanjakanku, dan mengajarkanku arti kehidupan.

Bagiku, ia sangat menyenangkan. Dia adalah sosok seorang ibu sekaligus teman, yang mungkin tidak semua anak dapat merasakannya. Sungguh betapa beruntungnya aku mendapatkan mama yang seperti dia. Lalu fikiranku kembali ke beberapa tahun yang lalu, ketika aku mulai tumbuh besar dan bisa berfikir sendiri. Dan ketika itu aku baru berusia 4 tahun dan baru saja memasuki masa pertama dalam kancah pendidikan. Aku masuk SD pada usia itu, banyak hal yang aku lakukan pada usiaku yang masih sangat belia itu. Pada saat itu, aku tumbuh menjadi seorang anak yang manja, aku bahkan mulai membatah perkataan mamaku. Aku sering pulang malam, dan aku mulai tak memperhatikan perkataan mama.

Hal itu tentu membuat mama sangat khawatir. Mama selalu tabah menasihatiku, dia selalu menasihatiku dengan penuh kesabaran dan perhatian. Kekerasan dan ego tak pernah ia gunakan dalam mendidikku, tapi agamalah yang menjadi pedomannya untuk terus membimbingku kepada kebaikan dan kebenaran. Ketika aku tersadar dari lamunanku, aku merasa kalau hatiku telah luluh. Aku benar-benar tak tega melihat kondisi mama, apalagi jika melihat usaha mama dalam membesarkanku. Mama selalu bekerja keras mencari nafkah untuk kami, dia selalu membating tulang siang dan malam, serta rela melakukan apa saja demi aku, anaknya. Sejak saat itu aku bertekad untuk merubah diriku dan menjadi anak yang baik serta berguna bagi orang tuaku. Kesedihanku benar-benar pecah ketika aku teringat sosok Almarhum ayah yang lebih dulu meninggalkan aku dan ibu. Aku teringat perjuangan yang ia lakukan untuk kami. Aku juga teringat saat dimana ayah selalu mengajarkanku arti kehidupan dan tujuan hidup ini. Tangisku meledak seketika, air mataku terus mengalir dari pipiku dan menuju kasur yang ibu pakai untuk berbaring.

Ayah meninggal ketika terlalu banyak beban yang harus ia tanggung, maklum ayah selalu berkerja hingga larut malam. Dan hal itu sangat menganggu kesehatannya. Saat teringat akan hal itu, aku benar-benar merasa sudah tidak ada artinya lagi hidup didunia ini. Aku tidak bisa mengantikan sosok ayah, tapi aku justru membuat mama tambah menderita karena harus menanggung beban keluarga sendirian. Dalam hatiku hanya terucap dengan lirih kata maaf, sebagai tanda penyesalanku terhadap sikapku selama ini pada orang tuaku.

Kepergian ayah benar-benar membuat beban yang ibu pikul bertambah berat dua kali lipat. Tubuhnya yang semula indah, khas seorang wanita, kini telah berubah menjadi seorang wanita yang kurus dan tidak terlihat menarik lagi. kulitnya yang kusam dan penuh keringat yang bercucuran didahinya menggambarkan betapa beratnya pekerjaan dan beban yang harus mama pikul. Selama itu pula tak pernah kudengar keluh kesah ataupun penyesalan dari mama selama aku berada disampingnya. Ia benar-benar sosok wanita yang mulia.

Lama aku terdiam, tiba-tiba lamunanku harus berakhir ketika seorang Dokter masuk keruangan kami untuk memeriksa keadaan ibu. ”Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?” tanyaku. “Oh, kamu tenang saja, kondisi ibumu sudah stabil.” Jawab Dokter itu singkat. “Kalau begitu, apa saya sudah bisa meninggalkannya untuk sementara? Karena saya harus kembali sekolah.” Tanyaku lagi.
“baiklah kalau begitu, anda sudah bisa meninggalkannya sekarng. Biar Suster yang menjaga dan menemani mama anda.” Jawab Dokter menyakinkanku. Setelah Dokter meninggalkan ruangan, aku mencium kening mama dengan lembut seraya mengucapkan sebuah kalimat ketelinganya. “Cepat sembuh ya, mama....” ucapku lirih sambil kulangkahkan kaki keluar ruangan. Keesokkan harinya, sesaat sebelum berangkat ke rumah sakit, tanpa disengaja aku melihat kalender yang ada disudut dinding kamarku. Ternyata hari ini tanggal 21 Desember.
“Astaghfirullah, aku hampir lupa kalau besokkan hari ibu? Lalu sesegera mungkin aku pergi ke rumah sakit. Namun, sebelum ke rumah sakit aku sempatkan diriku untuk pergi ke toko kue, untuk membelikan sebuah kue Tart kesukaan mama. Lalu aku juga membeli empat buah lilin yang biasa digunakan untuk lilin kue ulang tahun. Semua itu aku lakukan sebagai tanda pengharapanku supaya mama segera sembuh dan tentunya sebagai bentuk balas jasa atas perjuangan mama selama ini.

Setelah selesai membeli kue, aku kembali melanjutkan perjalanan ke rumah sakit. Selama perjalanan aku tak henti-hentinya membayangkan bagaimana reaksi mama ketika menerima kue kesukaannya. Aku tidak pernah lupa untuk menyelipkan sepotong do’a pada Allah, agar mama segera sembuh dan bisa kembali kerumah secepatnya. Ketika aku sampai dirumah sakit, jam sudah menunjuki pukul 22.30 WIB. Artinya hanya menungggu butuh satu setengah jam lagi hari ibu akan tiba. Karena kelelahan dari perjalanan, akhirnya aku tertidur di kursi dalam kamar dimana mama dirawat. Ketika aku terbangun dari tidurku, aku melihat jam yang ada di kamar rumah sakit itu sudah menunjukan pukul 23.50 WIB. Itu pertanda kalau sepuluh menit lagi pukul 00.00 WIB dan itu adalah waktu yang aku tunggu-tunggu.

Aku mulai menancapkan satu persatu lilin pengharapan keatas kue Tart itu. Saat aku mulai membakar sumbu lilin, aku mulai mengenggam erat tangan ibu. Tangannya terasa hangat, sehangat perhatiannya kepadaku selama ini. Dan dengan segera aku bakar lilin-lilin itu.
“Mama, lihatlah empat lilin itu. Aku berharap kesembuhan untuk penyakitmu dengan lilin yang pertama itu dan begitu pula pada lilin yang kedua, aku ingin mama tahu kalau aku selalu sayang sama mama. Lalu dililin yang ketiga, aku ingin suatu saat nanti, mama melihatku menjadi orang yang berhasil dan bisa membahagiakan keluarga. Dan lilin yang terakhir, aku ingin membuat mama bahagia dengan segala kemampuanku...” ucapku pada mama yang masih terbaring lemas ditempat tidur.

Aku tak mampu menahan kesedihanku, mama menangis melihat aku. Tangisan yang seolah-olah membuat seluruh isi ruangan dikamar itu ikut sedih. Pukul 00.05 WIB, suasana sangat hening, aku hanya bisa terdiam seraya menantap wajah mama dengan tatapan kosong. Aku melihat wajah ibu sedikit pucat, entah apa yang terjadi aku tak tahu. Tiba-tiba aku tak sengaja menyanyikan sebuah lagu.
“kasih ibu, kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa...
Hanya memberi, tak harap kembali... bagai sang surya menyinari dunia”
Hanya ini yang mampu aku persembahkan untuk mama. Kemudia aku kembali menyanyikan lagu itu untuk kedua kalinya. Dengan sangat tenang kuletakkan tangan kananku pada tangannya dan tangan kiriku dikening dan rambutnya. Aku tak mampu lagi untuk melanjutkan nyanyianku itu hingga akhir, hanya air mata yang sanggup mengantikannya.

Tepat pukul 00.20 WIB, mamaku mengenggam tanganku erat-erat, dan menarik nafas dalam-dalam sebanyak tiga kali. Aku baru sadar kalau itu adalah pertanda ia akan meninggalkanku untuk selama-lamanya. Tiba-tiba garis-garis di. layar menjadi lurus 
  Tak mampu keelak lagi, air sudah tenang meninggalkanku menghadap sang pencipta.
“Mama....mama...jangan tinggalkan aku.....” ujarku lemas. “Selamat Ha....ri...ibu....., maafkan aku yang tak sempat membahagiakanmu....” kataku penuh penyesalan. Mama meninggalkanku pada tangga 22 Desember, tepat dimana seorang anak yang dilahirkan dari rahimnya membenihkan sebuah perhatian dan kasih sayang serta belajar untuk memaknai arti penting kehadiran sosok ibu dihidupnya. Dan ibu juga meninggalkan empat lilin pengharapan yang belum sempat ditiupnya.

Sejak malam itu, aku benar-benar merasakan tiada artinya lagi hidup didunia ini. Sebab semua yang aku cintai dan aku sayangi sudah pergi meninggalkanku. Ayahku, mamaku, dan yang lainya telah tiada disampingku. Hari-hariku benar-benar sepi, sunyi, hampa, dan hampir tidak ada senyum dihari-hariku. Aku benar-benar merasa kehilangan seorang yang paling berarti dalam hidupku. Wajah manis mama selalu membayangi hari-hariku, saat dimana mama tertawa, ketika dia mengajarkanku arti hidup, saat dimana dia mengajarkanku mata pelajaran yang paling tidak aku sukai. Disitu wajah mama selalu muncul, disudut kamar, diruang tamu, dapur, hampir seluruh ruangan wajah mama selalu hadir.

Dalam shalatku, aku tak kuasa menahan tangisku. Sampai-sampai tempat sujudku penuh dengan tetesan air mata. Aku belum pernah merasakan kesedihan yang amat dalam seperti itu. Ketika ayah meninggalkan kami, aku tidak sesedih itu, entah apa karena aku masih sangat kecil ketika itu atau apa, aku tak tahu. Tapi yang jelas, semenjak kepergian mama dari sisiku, aku benar-benar merasa kehilangan.

Sesaat setelah shalat aku sempatkan diriku untuk berdo’a pada Allah, agar mama dipertemukan dengan ayah disurga sana. Dan mereka menjadi tentangga rasul disurga. Setelah selesai berdo’a aku mengambil buku harianku yang penuh dengan foto mama dan ayah, lalu kutiliskan sebuah puisi dalam buku itu sebagai tanda kasih sayangku pada mama.

BUNDA

Bunda………
Semenjak kepergianmu dari sisiku
Aku merasa hampa dan tersiksa
Hidup selalu penuh derita
Bunda……..
Dulu kau selalu membelai daku
Dulu kau selalu bercerita untukku
Sampai aku terlelap di pangkuanmu
Karena mendengarkan cerita mu yang indah
Tapi kini semua hanya tinggal kenangan
Kau telah pergi jauh meninggalkan daku
Untuk selamanya
Bunda……..
Andai kau tahu tentang nasibku kini
Aku yakin kau pasti bersedih
Karena melihat aku yang semakin hari semakin menderita
Tapi aku tidak akan membiarkan kesedihanmu bunda
Aku akan bangkit dan berusaha
Untuk meraih apa yang bunda cita-citakan
Bunda……
Selamat jalan bunda
Doaku menyertaimu bunda

Itulah sebuah puisi yang aku tulis dalam buku harianku, aku benar-benar tak mampu lagi menahan air mataku ketika menat wajah-wajah ayah dan mama yang ada ditiap lembaran album buku diaryku. Hingga pada lembaran yang terakhir aku tuliskan sebuah kalimat untuk mama. “mama.., maafkan aku, aku merindukanmu. Selamat jalan mama, semoga mama tenang dan bahagia dialam sana. Aamiin...”

Minggu, 09 Juni 2013

Pantun(by: Melliandri Elsa)

Aku punya pantun nih.

Sarapan pagi dengan Kari
Dicampur dengan Soto Koya
Berhematlah setiap hari
Kelak kau menjadi Kaya

Dinding rumah sudah retak
Karena karena dipukuli oleh Rima
Kalau kau bisa tebak
Apa binatang berkaki lima?

Buaya ada di rawa-rawa
Buaya itu memakan ikan
Perutku sakit karena tertawa
Melihat adik tercebur selokan

Anak itu bernama Rau
Pergi ke taman membawa tali
Pantas saja badanmu bau
Karena belum mandi  berkali-kali